Rushing God’s Timing

Derita editorial dulu ya, hehe. Saya kok masih kesulitan menemukan padanan kata Rushing dalam bahasa Indonesia. Mau dituliskan sebagai memburu-buru kok rasanya janggal. Malahan justru saya menemukan padanan yang paling nyaman dalam bahasa Jawa: nyusu-nyusu wayah kang wis diatur Gusti. Masih janggal mungkin ya?! haha…

Terserahlah, sebab utamanya blog ini adalah catatan saya pribadi maka apapun istilahnya yang paling penting adalah saya paham 😀

Topik ini tertarik untuk saya tuliskan, terutama memang setelah menemukan quote ini:

be careful

Seringkali kita bersikap seakan kita punya kendali penuh atas waktu kan ya. Dan semoga saja tidak lantas dijawab, ah itu kan kamu aja, haha.

Selanjutnya mungkin ilustrasi ini bisa sedikit membantu.

Selain quote di atas, saya juga pernah membaca sebuah artikel di media daring. Intinya diceritakan bahwa pagi hari sebelum peristiwa 9/11, ada begitu banyak orang yang menggerutu bahkan luar biasa kesal karena hal-hal kecil yang membuat mereka terlambat masuk kerja. Kerja di mana? Tidak lain di menara WTC yang ditabrak pesawat itu. Ada yang sempat sangat kesal karena bisa-bisane­ bangun kesiangan sehingga otomatis waktu masuk kerja molor. Ada yang tetiba mobilnya mogok sehingga terlambat. Ada yang pintu garasinya mendadak macet. Bahkan yang unik, ada juga yang bercerita bahwa pagi itu ia sangat kesal karena dengan ajaibnya dia kehilangan sebelah sepatu yang hendak dipakai. Pada awalnya semua mengumpat, semua kesal dan marah karena kehilangan sekian waktu untuk menuju tempat kerja sesuai dengan jadwalnya; hingga mereka menyaksikan breaking news tentang gedung WTC yang ditabrak pesawat terbang komersil hingga keduanya hancur lebur. Tanpa keterlambatan pagi itu, pastilah nama mereka turut tertulis di daftar korban yang jumlahnya ribuan itu.

Contoh lain, mengenai peristiwa penembakan massal di sebuah sekolah di Pakistan. Alkisah pada peristiwa yang merenggut nyawa ratusan pelajar tersebut, ada seorang anak yang pada pagi harinya ndilalah bangun kesiangan. Sepele sekali, yaitu akibat jam wekernya tidak berbunyi. Karena terlanjur kesiangan anak itu memutuskan untuk sekalian tidak masuk sekolah. Dan tidak masuknya anak tersebut membuat dirinya menjadi satu-satunya anak di kelasnya yang selamat dari peristiwa penembakan. Merinding kala itu membacanya…

Rushing God’s timing bagi saya senada dengan keluhan dan kekesalan para pegawai yang berkantor di WTC ketika pagi itu mereka harus terlambat kerja. Senada pula dengan kecewanya sang anak Pakistan ketika bangun kesiangan. Saat itu mereka belum lagi tahu bahwa kekecewaan mereka akan terganjar dengan keselamatan jiwa. Kejadian-kejadian tersebut kemudian menjadi pengingat saya ketika saya merasa mulai kehilangan kontrol, kehilangan kesabaran dan prasangka baik atas keterlambatan jadwal yang ditetapkan Allah dalam hidup saya. Misalnya pagi itu, saya sudah merasa berangkat cukup pagi tetapi hanya sekitar 700 meter dari kantor saya disambut kemacetan yang cukup parah. Saat saya berhasil melewati sumber kemacetan, ternyata ada sebuah mobil dengan kap depan remuk dan masih berasap pertanda kejadiannya baru saja. Saya bergidik, jika saya berada di sana sekian menit lebih awal bisa jadi saya akan terlibat langsung dengan kecelakaan tersebut…

Rushing God’s timing akhirnya bisa pula saya bawa dalam berbagai sisi kehidupan saya. Terus terang bukan sekali dua kali saya merasa Allah mengecewakan saya dengan melambatkan saya pada beberapa hal. Menikah misalnya, ahaha…mengaku juga akhirnya. Bohong kalo saya sama sekali tidak kecewa, hanya saja dengan berbagai pengingat kejadian tersebut, rasa kecewa itu insyaAllah tidak sampai menutupi khusnudzan terhadap keseluruhan rencana Allah atas hidup saya. Saya percaya ada kebaikan di balik ‘keterlambatan’ ini. Saya percaya ada hal lain yang disiapkan Allah mengenai jadwal-jadwal dalam hidup saya 🙂

Oleh karena itu, seringkali saya ulang bahwa saya tidak sreg dengan kata ‘cepat’. Kata itu mengingatkan saya akan sikap rushing. Saya lebih suka menggunakan kata ‘segera’. Bagi saya, kata ‘segera’ bukan sekedar meminimalkan nuansa rushing namun juga menyiratkan kerelaan atas apapun yang terjadi kemudian. Bukankah sudah Ia janjikan, bahwa terkadang Ia akan memundurkan jawaban atau mungkin juga mengganti dengan jawaban yang lebih baik?!

Jadi, apapun dan kapanpun…marilah kita jaga khusnudzan kita atas-Nya.

Saling mendoakan agar mampu ya 🙂

3 pemikiran pada “Rushing God’s Timing

  1. Menjaga prasangka tetap baik itu lhooo yang aku susah belakangan ini. Padahal bener katamu, banyak hikmah kalau kita mau sejenak diam dan berpikir.
    Eh btw rushing ini kan berasa ga pas diterjemahin ke bahasa ya, nah si tsundoku juga, pas nya pake bahasa aslinya ga ada padanan bahasa inggrisnya. Gitu yang aku baca

    Suka

  2. Hehe, kalo gitu mulai sekarang kita belajar lebih ‘diam’ dan bijak berpikir ya 🙂
    Ooh…gitu ya, bisa jadi…bisa jadi.
    Gak pake sengaja tapi kok postingan kita tetep ada senadanya 😀

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Unita Batalkan balasan